Sepasang Kambing Kacang Bujang dan Dara

Google
 

19 March 2018

Pengantar Konsep Genetik



Sel adalah satuan dasar kehidupan. Di pusat sel terdapat nukleus, tempat kromosom ditemukan. Pada kromosom ini terdapat gen yang merupakan satuan dasar pewarisan sifat. Setiap spesies hewan memiliki jumlah kromosom tertentu yang tersusun berpasangan (yang disebut pasangan homolog). Domba memiliki 27 pasang kromosom, sedangkan kambing memiliki 30 pasang kromosom (Tabel 6.1). 


Sel dalam tubuh terdiri dari dua jenis, yaitu sel somatik pria dan wanita atau sel kelamin, yang juga disebut gamet. Gamet jantan disebut sperma dan gamet betina disebut telur. Sel sperma dan sel telur hanya mengandung satu kromosom dari setiap pasangan sehingga menghasilkan setengah jumlah kromosom (haploid) yang terdapat pada sel somatik. 

Ketika sperma dan telur bersatu, jumlah kromosom lengkap (diploid) tercapai dan sel telur yang dibuahi memiliki semua materi genetik yang dibutuhkan untuk berkembang menjadi anak domba atau anak kambing.  Oleh karena itu, setengah dari gen yang dibawa masing-masing individu diberikan oleh masing-masing dari induk.

Gen berpengaruh terhadap berbagai perwujudan yang kita lihat pada suatu sifat, yang juga disebut fenotipe.  Untuk sifat-sifat tertentu, lingkungan juga dapat mempengaruhi fenotipe. Kita dapat menyatakan hubungan ini sebagai berikut:

P = G + E di mana, P adalah fenotipe, G adalah genotipe atau susunan genetik, dan E adalah efek lingkungan terhadap hewan.

Fenotipe adalah apa yang bisa kita lihat atau ukur untuk sifat tertentu. Contohnya adalah 2,2 kg untuk berat lahir, 94 kg susu untuk laktasi ketiga, 1,2 kg wol pada pencukuran pertama, warna bulu merah, keberadaan tanduk, dll.  Genotipe (G) adalah pengaruh genetik yang diwariskan dari masing-masing induk, dan lingkungan (E) merupakan semua efek lingkungan (non-genetik).  Contoh efek lingkungan adalah tingkat nutrisi, frekuensi pemberantasan cacing, suhu lingkungan, dll.

Ciri tertentu dikendalikan oleh hanya satu atau beberapa pasang gen dan hanya dipengaruhi sedikit atau tidak sama sekali oleh lingkungan. Ciri ini disebut ciri kualitatif karena ciri ini termasuk dalam kategori khas seperti warna bulu atau keberadaan tanduk. Hewan yang memiliki susunan genetik untuk tanduk akan memiliki tanduk terlepas dari tingkat nutrisi, terlepas dari apakah hewan itu di Ethiopia, Somalia, atau beberapa negara lain, terlepas dari apakah itu di dataran tinggi atau dataran rendah.

Ciri lain yang disebut ciri kuantitatif biasanya dipengaruhi oleh aksi banyak gen yang masing-masing menimbulkan efek yang relatif kecil, dan oleh lingkungan. Berbeda dengan ciri kualitatif, dalam ciri kuantitatif, akibat dari pemisahan gen tidak dapat lagi karena kelas ciri yang berbeda menjadi lebih atau kurang berkelanjutan. 

Keberlanjutan yang terlihat pada ciri kuantitatif meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah gen yang terlibat.  Dengan kata lain, jumlah kombinasi gen yang mungkin meningkat secara dramatis sejalan dengan peningkatan jumlah gen yang dipertimbangkan. Pemahaman mengenai hal ini penting saat membahas heritabilitas (keterwarisan) dan potensi perbaikan genetik hewan ternak.

Ciri kuantitatif cenderung berbeda di antara hewan ternak dalam hal derajat daripada dalam hal sifat. Sebagian besar ciri produksi termasuk dalam jenis ini. Jika jumlah hewan ternak cukup besar dan produktivitas masing-masing hewan ternak digambarkan sebagai suatu distribusi frekuensi, seperti histogram, distribusi yang mengukur wujud fenotipik suatu ciri menjadi berkelanjutan di antara kedua ekstrem. 

Distribusi frekuensi ini sering berbentuk lonceng dan mendekati apa yang disebut kurva normal. Dalam distribusi semacam ini, ada beberapa hewan ternak di setiap ekstrem - yang berkinerja sangat rendah dan yang berkinerja sangat tinggi - tetapi sebagian besar berada di dekat bagian tengah distribusi dengan kinerja yang tidak jauh dari rata-rata. Ciri ini juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat hewan tersebut berada. 


Pertumbuhan dan produksi susu pada domba dan kambing adalah contoh ciri kuantitatif yang menunjukkan distribusi berkelanjutan. Data pada Tabel 6.2, histogram (Gambar 6.1), dan kurva (Gambar 6.2) menunjukkan distribusi bobot sapih pada trah domba Afar.  Pada contoh bobot sapih, kita tahu bahwa bobot sapih dapat dipengaruhi oleh tingkat nutrisi, status penyakit, produksi susu induk betina, musim beranak, dll.  


Semua ini adalah efek lingkungan. Namun, kinerja beberapa ciri penting terdistribusi secara berbeda. Ini menckaup ciri-ciri seperti jumlah anak seumur hidup dan jumlah anak yang lahir per kelahiran, di mana distribusi menunjukkan kelas pengamatan yang berbeda seperti tunggal atau kembar. 

               
Ciri seperti ini umumnya dapat dianggap sebagai ciri kuantitatif daripada kualitatif, karena fakta bahwa banyak pasangan gen terlibat dalam mempengaruhi hasilnya dan ciri ini dapat sangat dipengaruhi oleh lingkungan.

Ciri ini sering dapat dipengaruhi oleh karakteristik dasar yang dapat berubah secara lebih berkelanjutan. Sebagai contoh, ada variasi yang lebih besar dan lebih berkelanjutan pada tingkat ovulasi, yang membatasi jumlah anak yang lahir pada saat melahirkan, dibandingkan dengan jumlah anak per kelahiran itu sendiri. Demikian pula, kadar hormon mempengaruhi tingkat ovulasi.

Ada dua cara untuk meningkatkan kinerja domba dan kambing, yaitu memperbaiki lingkunganmya dan/atau memperbaiki potensi genetik atau genotipenya. Ada keharusan untuk menyeimbangkan usaha perbaikan lingkungan dan perbaikan genotipe dengan meneliti hubungan biaya-manfaat; pemilihan salah satu di antara keduanya tidak akan menghasilkan produktivitas yang optimal. 

Sumber: http://www.esgpip.org/handbook/Chapter6.html

Hipyan Nopri, S.Pd.
Penerjemah Agrobisnis Inggris-Indonesia
Juga Melayani Penerjemahan Dokumen Hukum, 
Kedokteran, Keuangan, Kimia, Pertanian, Peternakan, dll.
Medan 20122, Sumatera Utara

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Perlu jasa penerjemah?