Sel adalah satuan dasar kehidupan. Di pusat sel terdapat
nukleus, tempat kromosom ditemukan. Pada kromosom ini terdapat gen yang
merupakan satuan dasar pewarisan sifat. Setiap spesies hewan memiliki jumlah
kromosom tertentu yang tersusun berpasangan (yang disebut pasangan homolog).
Domba memiliki 27 pasang kromosom, sedangkan kambing memiliki 30 pasang
kromosom (Tabel 6.1).
Sel dalam tubuh terdiri dari dua jenis, yaitu sel somatik
pria dan wanita atau sel kelamin, yang juga disebut gamet. Gamet jantan disebut
sperma dan gamet betina disebut telur. Sel sperma dan sel telur hanya
mengandung satu kromosom dari setiap pasangan sehingga menghasilkan setengah
jumlah kromosom (haploid) yang terdapat pada sel somatik.
Ketika sperma dan
telur bersatu, jumlah kromosom lengkap (diploid) tercapai dan sel telur yang
dibuahi memiliki semua materi genetik yang dibutuhkan untuk berkembang menjadi
anak domba atau anak kambing. Oleh
karena itu, setengah dari gen yang dibawa masing-masing individu diberikan oleh
masing-masing dari induk.
Gen berpengaruh terhadap berbagai perwujudan yang kita
lihat pada suatu sifat, yang juga disebut fenotipe. Untuk sifat-sifat tertentu, lingkungan juga
dapat mempengaruhi fenotipe. Kita dapat menyatakan hubungan ini sebagai
berikut:
P = G + E di mana, P adalah fenotipe, G adalah genotipe
atau susunan genetik, dan E adalah efek lingkungan terhadap hewan.
Fenotipe adalah apa yang bisa kita lihat atau ukur untuk
sifat tertentu. Contohnya adalah 2,2 kg untuk berat lahir, 94 kg susu untuk
laktasi ketiga, 1,2 kg wol pada pencukuran pertama, warna bulu merah,
keberadaan tanduk, dll. Genotipe (G)
adalah pengaruh genetik yang diwariskan dari masing-masing induk, dan
lingkungan (E) merupakan semua efek lingkungan (non-genetik). Contoh efek lingkungan adalah tingkat
nutrisi, frekuensi pemberantasan cacing, suhu lingkungan, dll.
Ciri tertentu dikendalikan oleh hanya satu atau beberapa
pasang gen dan hanya dipengaruhi sedikit atau tidak sama sekali oleh
lingkungan. Ciri ini disebut ciri kualitatif karena ciri ini termasuk dalam
kategori khas seperti warna bulu atau keberadaan tanduk. Hewan yang memiliki
susunan genetik untuk tanduk akan memiliki tanduk terlepas dari tingkat
nutrisi, terlepas dari apakah hewan itu di Ethiopia, Somalia, atau beberapa
negara lain, terlepas dari apakah itu di dataran tinggi atau dataran rendah.
Ciri lain yang disebut ciri kuantitatif biasanya
dipengaruhi oleh aksi banyak gen yang masing-masing menimbulkan efek yang
relatif kecil, dan oleh lingkungan. Berbeda dengan ciri kualitatif, dalam ciri
kuantitatif, akibat dari pemisahan gen tidak dapat lagi karena kelas
ciri yang berbeda menjadi lebih atau kurang berkelanjutan.
Keberlanjutan yang
terlihat pada ciri kuantitatif meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah gen
yang terlibat. Dengan kata lain, jumlah
kombinasi gen yang mungkin meningkat secara dramatis sejalan dengan peningkatan
jumlah gen yang dipertimbangkan. Pemahaman mengenai hal ini penting saat
membahas heritabilitas (keterwarisan) dan potensi perbaikan genetik hewan
ternak.
Ciri kuantitatif cenderung berbeda di antara hewan ternak
dalam hal derajat daripada dalam hal sifat. Sebagian besar ciri produksi
termasuk dalam jenis ini. Jika jumlah hewan ternak cukup besar dan
produktivitas masing-masing hewan ternak digambarkan sebagai suatu distribusi
frekuensi, seperti histogram, distribusi yang mengukur wujud fenotipik suatu
ciri menjadi berkelanjutan di antara kedua ekstrem.
Distribusi frekuensi ini
sering berbentuk lonceng dan mendekati apa yang disebut kurva normal. Dalam
distribusi semacam ini, ada beberapa hewan ternak di setiap ekstrem - yang
berkinerja sangat rendah dan yang berkinerja sangat tinggi - tetapi sebagian
besar berada di dekat bagian tengah distribusi dengan kinerja yang tidak jauh
dari rata-rata. Ciri ini juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat hewan tersebut
berada.
Pertumbuhan dan produksi susu pada domba dan kambing adalah contoh ciri
kuantitatif yang menunjukkan distribusi berkelanjutan. Data pada Tabel 6.2,
histogram (Gambar 6.1), dan kurva (Gambar 6.2) menunjukkan distribusi bobot
sapih pada trah domba Afar. Pada contoh
bobot sapih, kita tahu bahwa bobot sapih dapat dipengaruhi oleh tingkat
nutrisi, status penyakit, produksi susu induk betina, musim beranak, dll.
Semua ini adalah efek lingkungan. Namun,
kinerja beberapa ciri penting terdistribusi secara berbeda. Ini menckaup
ciri-ciri seperti jumlah anak seumur hidup dan jumlah anak yang lahir per
kelahiran, di mana distribusi menunjukkan kelas pengamatan yang berbeda seperti
tunggal atau kembar.
Ciri seperti ini umumnya dapat dianggap sebagai ciri
kuantitatif daripada kualitatif, karena fakta bahwa banyak pasangan gen
terlibat dalam mempengaruhi hasilnya dan ciri ini dapat sangat dipengaruhi oleh
lingkungan.
Ciri ini sering dapat dipengaruhi oleh karakteristik
dasar yang dapat berubah secara lebih berkelanjutan. Sebagai contoh, ada
variasi yang lebih besar dan lebih berkelanjutan pada tingkat ovulasi, yang
membatasi jumlah anak yang lahir pada saat melahirkan, dibandingkan dengan
jumlah anak per kelahiran itu sendiri. Demikian pula, kadar hormon mempengaruhi
tingkat ovulasi.
Ada dua cara untuk meningkatkan kinerja domba dan
kambing, yaitu memperbaiki lingkunganmya dan/atau memperbaiki potensi genetik
atau genotipenya. Ada keharusan untuk menyeimbangkan usaha perbaikan lingkungan
dan perbaikan genotipe dengan meneliti hubungan biaya-manfaat; pemilihan salah
satu di antara keduanya tidak akan menghasilkan produktivitas yang optimal.
Sumber: http://www.esgpip.org/handbook/Chapter6.html
Sumber: http://www.esgpip.org/handbook/Chapter6.html
Hipyan Nopri, S.Pd.
Penerjemah Agrobisnis Inggris-Indonesia
Juga Melayani Penerjemahan Dokumen Hukum,
Kedokteran, Keuangan, Kimia, Pertanian, Peternakan, dll.
Medan 20122, Sumatera Utara
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.