Genetika Kerbau
Meskipun kerbau sungai adalah hewan ternak utama penghasil
susu di beberapa negara, kerbau merupakan hewan ternak primitif dibandingkan
dengan trah hewan ternak penghasil susu yang sudah maju di kalangan sapi
seperti Holstein-Friesian dan Jersey.
Pembiakan selektif selama ratusan tahun telah menghasilkan
sapi dengan sifat produksi dan reproduksi yang hampir dapat diperkirakan. Hal
ini tidak terjadi pada trah kerbau karena sebagian besar kerbau dipelihara oleh
petani marginal yang tidak memiliki lahan, dan ternak kerbau mereka berkembang
biak secara alami (Chantalakhana dan Falvey, 1999). Namun, tidak ada alasan
mengapa trah kerbau tidak dapat dikembangkan dengan cara yang sama seperti
sapi.
Kerbau memiliki sejumlah kemiripan anatomi dan fisiologi dengan spesies hewan ternak lainnya dalam famili Bovidae. Sapi memiliki 60 kromosom diploid, kerbau sungai 50, dan kerbau rawa 48.
Sementara kedua trah
kerbau dapat dikawinkan dan menghasilkan keturunan yang fertil dengan 49
kromosom diploid, kerbau tidak dapat dikawinkan dengan sapi dan spesies ternak
lainnya dalam famili Bovidae ini (Mahadevan, 1992).
Tampilan Kerbau
Kerbau rawa berwarna abu-abu, berleher merunduk, dan mirip dengan banteng. Kerbau memiliki tanduk besar mengarah ke belakang (BSTID, 1981). Tidak ada perbedaan yang jelas di antara berbagai trah kerbau rawa, kecuali ukuran tubuhnya (Subasinghe dkk., 1998).
Kerbau sungai biasanya
berwarna hitam atau kelabu tua, dengan tanduk lurus yang melingkar rapat atau
terkulai (BSTID, 1981). Kerbau sungai umumnya memiliki ukuran tubuh yang besar.
Terdapat perbedaan yang lebih besar di antara beragam trah
kerbau sungai daripada di antara berbagai trah kerbau rawa (Subasinghe dkk.,
1998). Berat badan kerbau betina trah Murrah berkisar antara 430 sampai 500 kg
menurut Ganguli (1981).
Nutrisi dan Siklus Hidup Kerbau
Kerbau adalah hewan ternak pemakan rumput (Pathak, 1992), dan kerbau memakan lebih banyak jenis tumbuhan daripada sapi (BSTID, 1981).
Kerbau memanfaatkan pakan berserat berkualitas rendah lebih efisien daripada
sapi. Kerbau memiliki pergerakan rumen lebih lambat, laju aliran keluar dari
rumen yang lebih kecil, dan populasi bakteri yang lebih tinggi di dalam cairan
rumen.
Hal ini menyebabkan paparan pakan lebih lama sehingga pencernaannya lebih sempurna. Rumen kerbau juga menghasilkan asam lemak volatil yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumen sapi.
Ini mungkin salah satu faktor
yang menyebabkan kandungan lemak yang lebih tinggi dalam susu kerbau (Ganguli,
1981).
Kerbau memiliki umur produktif yang sangat panjang. Seekor
kerbau betina sehat yang normal dapat mencapai sembilan sampai sepuluh masa
laktasi (Ganguli, 1981).
Toleransi Panas Kerbau
Kerbau kurang toleran terhadap panas dan dingin yang ekstrem
dibandingkan berbagai trah sapi. Suhu tubuh kerbau lebih rendah daripada suhu
tubuh sapi meskipun kulit hitam kerbau menyerap banyak panas dan kerapatan
kelenjar keringat kulit kerbau hanya seperenam kerapatan kelenjar keringat
kulit sapi.
Karena itu, kerbau suka berkubang di air ketika suhu dan
kelembaban tinggi (BSTID, 1981). Pengaturan suhu tubuh dengan cara berkubang
ini mempengaruhi asupan pakan, reproduksi, dan produksi susu.
Temperamen Hewan Ternak Perah
Studi perbandingan temperamen dilakukan pada kerbau Murrah,
sapi hasil kawin silang, dan sapi Red Sindhi (trah sapi India). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa persentase hewan jinak di kalangan kerbau
lebih tinggi (Nayak dan Mishra, 1984).
Hampir 50% dari kelompok kerbau Murrah ini merupakan hewan
ternak yang jinak. Hanya sekitar 7% dari kelompok kerbau Murrah ini yang
agresif. Kerbau yang lainnya digolongkan sebagai hewan yang pencemas atau
penakut. Namun, dalam penelitian lain oleh Roy dan Nagpaul (1984), kerbau
Murrah dibandingkan dengan sapi perah Karan Swiss dan Karan Fries (dua trah
sapi kawin silang India).
Penelitian tersebut menemukan bahwa kerbau memiliki skor
temperamen yang lebih tinggi (temperamen lebih agresif) daripada sapi perah.
Skor temperamen untuk ketiga kelompok hewan ternak tersebut menurun seiring
meningkatnya persamaan antara laktasi ketiga dan kelima (Roy dan Nagpaul,
1984).
Temperamen kerbau yang berbeda mempengaruhi asupan konsentrat, perilaku saat diperah, dan produksi susu (Nayak dan Mishra, 1984). Kerbau yang jinak lebih disukai daripada hewan yang penakut dan agresif karena kerbau yang jinak lebih mudah untuk diperah, ditangani, dan diatur.
Kerbau yang
jinak juga menghasilkan lebih banyak susu dengan kualitas yang relatif lebih
baik daripada kerbau yang agresif (Nayak dan Mishra, 1984; Gupta dkk., 1985).
Dalam perbandingan antara kerbau Murrah yang jinak,
pencemas, penakut, dan yang agresif, penelitian menemukan bahwa kerbau yang
jinak memiliki tingkat asupan konsentrat yang lebih tinggi, waktu mulai
keluarnya susu yang lebih singkat, waktu pemerahan yang sedikit lebih lama,
hasil susu harian yang lebih tinggi, kecepatan aliran susu yang lebih tinggi,
dan persentase lemak susu yang lebih tinggi daripada kelompok kerbau lainnya
(Nayak dan Mishra, 1984).
Perilaku Pemeliharaan Kerbau
Dalam penelitian oleh Thind and Gill (1986), ditemukan bahwa
kerbau makan paling banyak setelah diperah pada pagi dan sore hari, dan kerbau
juga makan dalam jumlah sedang sekitar tengah hari dan tengah malam.
Perilaku ruminasi atau memamah biak paling aktif setelah
setiap puncak perilaku makan. Beberapa variasi di antara masa musiman juga
terlihat. Kerbau minum air tiga kali selama masa 24 jam di musim dingin dan
empat kali selama masa 24 jam selama musim panas.
Dalam sebuah penelitian oleh Schultz dkk. (1977), rata-rata
27% waktu dihabiskan untuk makan, 39% untuk memamah biak, dan 34% untuk
istirahat (sambil berbaring atau berdiri). Sebuah penelitian serupa pada kerbau
yang merumput menemukan 37 sampai 54% dari waktu kerbau digunakan untuk makan,
28% untuk memamah biak, dan waktu yang tersisa untuk istirahat, berjalan dan
berkubang (Bud dkk., 1985).
Penelitian perilaku lainnya mengenai kerbau Murrah dengan
sistem kandang longgar dilakukan oleh Odyuo dkk. (1994). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kerbau menghabiskan lebih banyak waktu secara signifikan
untuk makan, bersantai (perilaku selain makan, ruminasi atau memamah biak, dan
tidur) dan berjalan di siang hari, dan secara signifikan lebih banyak waktu
untuk memamah biak dan tidur di malam hari.
Puncak perilaku makan kerbau pada kerbau yang sedang
menyusui terlihat sekitar pukul 04:00, 09:00, 13:00, 15:00, dan 19:00. Perilaku
ruminasi atau memamah biak paling sedikit pada waktu sekitar tengah hari dan
paling banyak pada pagi dan sore hari. Puncak tertinggi perilaku tidur terlihat
sekitar pukul 03:00 dan 23.00. Waktu bersantai mencapai puncaknya sekitar
tengah hari.
Perilaku Kerbau dalam Peternakan Mekanis
Memadukan berbagai aspek peternakan kerbau perah secara
bersama-sama, seperti perbaikan kandang, nutrisi, pembiakan, dan pemerahan,
terbukti menghasilkan peningkatan yang luar biasa dalam produktivitas kerbau
(Sastry dan Tripathi, 1988). Kesejahteraan kerbau yang lebih baik akan terlihat
dalam kegiatan perilaku normal dan produksi susu.
Pada sapi perah telah diketahui bahwa membatasi pemberian pakan normal menyebabkan kelainan perilaku seperti lidah bergulung (Redbo dkk.1996).
Ritme berbagai kegiatan kerbau seperti makan, berbaring, berdiri, dan memamah biak tidak terganggu oleh mekanisasi berbagai kegiatan peternakan seperti pemberian pakan konsentrat, penanganan pupuk kandang, pemberian air, dan pemerahan (Thomas dkk., 2005).
Namun, menggunakan pancuran untuk
mendinginkan kerbau sebelum memerah susu dan ketika hari sangat panas terbukti
meningkatkan perilaku makan di siang hari (ibid).
Hipyan Nopri, S.Pd., C.S.H. (Calon Sarjana Hukum)
Penerjemah Dokumen Peternakan Inggris-Indonesia
Padang Panjang, Sumatera Barat.
Referensi
Thomas, C. Santosh. 2008. Efficient Dairy Buffalo Production. Tumba: DeLaval International AB.